Rabu, 26 Desember 2012

Penyaluran KUR BNI Nunukan Rp17,2 Miliar


Nunukan - Penyaluran kredit usaha rakyat (KUR) di BNI Cabang Kabupaten Nunukan, Kalimantan Timur, pada 2012 terealisasi sebesar Rp17,2 miliar kepada 240 debitur. 

"Total KUR yang telah tersalur per 26 Desember 2012 sebanyak Rp17,2 miliar dengan jumlah 240 debitur," jelas Kepala BNI 46 Cabang Kabupaten Nunukan, Agung FS Ibat, di Nunukan, Rabu. 

KUR yang disalurkan ini dengan sasaran pada sektor perdagangan, perkebunan, pertanian dan yang paling besar adalah kepada petani rumput laut di sektor perikanan, katanya. 

"Hampir semua aspek ekonomi sudah terbiayai oleh KUR tetapi nominal paling besar pada sektor budi daya rumput laut," jelas Agung. 

Agung menambahkan, sesuai ketentuan, KUR dapat diberikan kepada debitur maksimal Rp500 juta dan pengambilan terbesar di Kabupaten Nunukan ini antara Rp25juta sampai Rp100 juta dan sebagian besar bergerak dalam bidang usaha mikro kecil dan menengah (UMKM). 

Sebenarnya, lanjut dia, BNI 46 Cabang Nunukan lebih fokus pada jumlah Rp50 juta ke atas supaya benar-benar dapat dimanfaatkan untuk mengembangkan usaha para debitur. 

"Kalau nilainya misalnya Rp25 juta hampir tidak ada nilainya karena tingkat biaya hidup di Nunukan ini sangat tinggi. Nilai Rp25 juta di Nunukan ini hampir tidak ada artinya sehingga kemungkinan tidak dapat membiayai pengembangan usahanya," jelasnya. 

Soal proses pengembalian KUR oleh debitur di wilayah itu, Agung menyatakan, untuk saat ini masih cukup baik dan lancar dan kalaupun ada yang bermasalah hanya sebagian kecil saja. 

Ia menegaskan, program pemerintah berupa KUR ini sangat membantu masyarakat khususnya pengusaha kecil karena mekanisme pengambilan dan pengembaliannya sangat mudah. 

Agung mengatakan, bunga KUR ini di BNI 46 sebesar 13 persen pertahun dengan sistem pengembalian dalam bentuk angsuran perbulan, membayar bunga saja dan transitional. 

Ditambahkannya, dari total dana yang diambil oleh debitur yang menggunakan agunan atau jaminan adalah 30 persen. Misalnya pengambilan sebesar Rp100 juta, maka yang harus menggunakan jaminan adalah Rp30 juta sedang Rp70 juta itu bebas tanpa jaminan. 

Adapun bentuk jaminan yang harus disiapkan debitur bersangkutan berupa sertifikat tanah atau kendaraan, ujarnya.
Sumber: (ANTARA Kaltim) 26 desember 2012

Senin, 17 Desember 2012

Perkebunan Skala Besar dan Pabrik Sawit di Nunukan Merusak Lingkungan


NUNUKAN, Pembangunan perkebunan kelapa sawit skala besar di Pulau Nunukan dan Pulau Sebatik harus memperhatikan aspek kelestarian lingkungan.

Pemerhati lingkungan dan pembangunan Nunukan Dian Kusumanto mengatakan, mencermati kondisi lingkungan di Nunukan, ia menilai perkebunan sawit di pulau kecil ini sudah sangat mengkhawatirkan. Apalagi jika di kedua pulau ini dibangun pabrik kelapa sawit.

“Dari sejak awal saya sebagai orang yang sudah lama tinggal di Nunukan, mencermati kondisi lingkungan yang ada, ini sangat mengkhawatirkan. Kalau dibangun perkebunan maupun pabrik kelapa sawit di pulau kecil ini, sesuai aturan yang sudah ada bahwa ini tidak diperbolehkan,” ujarnya.

Dian mengatakan, pembangunan perkebunan sawit skala besar di Pulau Nunukan dan Pulau Sebatik sungguh tidak persfektif dalam jangka panjang, terutama dalam hal lingkungan.

Di kedua pulau ini memiliki populasi sangat tinggi sehingga membutuhkan air yang sangat banyak. Pembangunan perkebunan sawit skala besar-besaran itu sangat mempengaruhi ketersediaan air di Pulau Nunuka dan Pulau Sebatik.

Tak dipungkiri, berdasarkan pertimbangan ekonomi perkebunan sawit memang masih memungkinkan. Apalagi sawit termasuk salah satu unggulan karena bisa memberikan pendapatan yang bagus kepada masyarakat. Untuk memberikan manfaat ekonomi, setiap keluarga setidaknya harus memiliki empat hingga lima hektare kebun sawit. Sehingga untuk pengembangan perkebunan sawit pasti membutuhkan lahan yang begitu luas.

Dengan semakin luasnya perkebunan sawit diikuti produksi yang semakin meningkat, tentu para pengusaha akan berfikir keras untuk membangun pabrik di Pulau Nunukan maupun di Pulau Sebatik. Jika investasi pembangunan pabrik tidak dilakukan, pemasaran produk sawit akan terkendala.

“Yang sekarang terjadi tandan buah sawit (TBS) terpaksa harus dibawa keluar dan ini biayanya sangat tinggi. Sehingga akhirnya dibebankan kepada petani, dalam hal pembelian TBS yang masih rendah, akhirnya berpengaruh pada pendapatan petani,” ujarnya.

Dengan pertimbangan seperti ini, justru pengembangan perkebunan sawit menjadi tidak layak secara ekonomi. “Sehingga kalau ada pilihan lain yang lebih ekonomis, itulah yang kita maksudkan dikembangkan,” ujarnya.

Ia memberikan pertimbangan, Pulau Nunukan harusnya difokuskan sebagai hutan lindung, untuk menjadi penyanggah air. Dengan kondisi seperti ini, Pulau Nunukan tidak bisa ditanami sawit karena pasti akan mengganggu debit air sungai yang ada di Pulau Nunukan.

“Sekarang ini sudah kelihatan, kalau kita bicara masalah air. Kalau ini marak, kita tidak tanggulangi secara arif dan bijaksana maka kemungkinan masalah ini akan besar dikemudian hari. Ini yang kita takutkan. Kita tidak hanya mengejar ekonomi sesaat tetapi kita harus pertimbangkan lebih jauh aspek ekonomi maupun lingkungan yang akan datang,” ujarnya.

Dian mengaku akan terus memberikan masukan kepada instansi terknis terkait dalam hal ini Dinas Kehutanan dan Perkebunan Nunukan, terkait pengembangan perkebunan dan pembangunan pabrik kelapa sawit. Menurutnya selain Pulau Nunukan dan Pulau Sebatik, masih banyak lahan lain di Kabupaten Nunukan yang bisa dimanfaatkan untuk pengembangan sawit.

Sumber: Tribun Kaltim - Minggu, 16 Desember 2012 

NUNUKAN ADALAH SEBUAH KOTA KECIL YANG TERPENCIL BERADA DI WILAYAH KALIMANTAN UTARA INDONESIA PADA GARIS PERBATASAN SABAH DAN SERAWAK MALAYSIA BAGIN TIMUR.
  • Selayang pandang Nunukan