Awal mula keberadaan rumput laut di Kabupaten Nunukan, Kalimantan Utara, menurut kisah, pertama kali dibawa oleh seseorang dari Sulawesi Selatan dengan tujuan untuk mencoba mengembangkannya.
"Sebenarnya, pertama kali ada rumput laut di Nunukan ini, bibitnya dibawa oleh seseorang dari Sulawesi (Selatan)," ujar seorang nelayan rumput laut di Sedadap, Kabupaten Nunukan.
Ternyata niat hanya mencoba, dapat berkembang pesat dan diminati banyak warga pesisir yang sebelumnya menggeluti nelayan tangkap ikan. Setelah dianggap hasilnya lebih menjanjikan peningkatan perekonomian keluarganya maka profesinya sebagai nelayan secara perlahan ditinggalkan.
Memang diakui oleh sejumlah warga yang telah fokus melakoni budidaya rumput laut ini hasil cukup lumayan menambahkan pundi-pundi keuangan keluarganya dengan hanya tiga bulan sudah dapat di panen. Walaupun awalnya harus menguras koceknya memodali pengadaan tali, pembuatan pondasi di laut lepas dan ongkos kerja mengikatkan bibit.
Dari sekian banyak nelayan rumput laut yang berhasil ditemui, modal awal yang mesti dikeluarkan adalah berkisar minimal Rp10 juta rupiah dengan jumlah bentangan sebanyak 100 utas tali. dari jumlah bentangan itu, jika mekanisme pembudidayaan yang dilakukan tepat mereka memperkirakan mampu menghasilkan satu ton kering atau 10 kilogram per bentang tali.
Berkat ketekunannya itulah, maka produksi rumput laut semakin berkembang dan pembudidaya semakin meluas sehingga mulai banyak pengusaha lokal meliriknya untuk menjadi pengumpul.
Secara perlahan pula, pengusaha lainnya yang menjadi eksportir atau pengolah mulai bermunculan ditambah lagi pihak perbankan pun mulai memberikan bantuan modalnya kepada sejumlah nelayan rumput laut.
Pada intinya, masyarakat pesisir di Kabupaten Nunukan telah mengfokuskan untuk menjadi pembudidaya sampai saat ini dengan menyediakan segala fasilitas yang dibutuhkan seperti penjemuran karena terbukti hasilnya mampu mengangkat perekonomiannya.
Seperti yang diungkapkan Supardi, salah seorang pembudidaya rumput laut di Kampung Nelayan Kelurahan Mansapa selama melakoni rumput laut tersebut kondisi perekonomiannya mengalami perubahan dibandingkan menjadi nelayan tangkap selama itu.
Walaupun diakuinya, harga penjualannya fluktuatif yang disebabkan permainan para tengkulak. Tetapi hal itu tidak disesalinya karena hanya melalui tengkulaklah produksi rumput lautnya dapat terjual.
Ia mengatakan, pada saat kondisi harga jatuh hingga mencapai Rp6.000 per kilogram sangat mempengaruhi semangat nelayan rumput laut untuk terus berproduksi menjadi "jatuh" yang pada akhirnya banyak diantara mereka berhenti dan kembali menjadi nelayan tangkap.
Namun setelah harga mulai beranjak naik dan saat ini pada kisaran Rp10.000 per kilogram, banyak nelayan kembali menjadi pembudidaya rumput laut sambil tetap melakoni sebagai nelayan tangkap.
Seperti yang diungkapkan Ambo Upe, nelayan rumput laut lainnya di Kampung Nelayan Kelurahan Mansapa, Senin (21/5) lalu. Ia membandingkan produksi rumput laut di kampung halamannya di Kabupaten Pangkep Sulawesi Selatan dalam satu bentangan tali hanya mendapatkan dua kilogram saja.
Sedangkan selama menjadi pembudidaya rumput laut di Kabupaten Nunukan diakuinya diperoleh produksi 10 kilogram per bentangan tali. "Kalau di kampung saya di Pangkep, hanya dua kilogram kering setiap bentangan tali. Sedangkan disini bisa mencapai 10 kilogram per bentang," ujarnya.
Oleh karena itu, dia berpendapat menjadi pembudidaya rumput laut di Kabupaten Nunukan jauh lebih menjanjikan dibandingkan di kampung halamannya.
Keterlibatan Pemerintah
Tidak mengherankan apabila sebagian besar masyarakat pesisir di daerah itu sangat berminat menjadi pembudidaya rumput laut apalagi keterlibatan pemerintah daerah saat ini untuk mencari investor atau pembeli. Sesuai data di Dinas Kelautan dan Perikanan Kabupaten Nunukan, jumlah produksi rumput laut mencapai 800 ton setiap bulan.
Semakin berkembangnya hasil produksi itulah, maka pemerintah daerah terus mencari jalan untuk dapat mengakomodasi seluruh produksi rumput laut di daerahnya dan mengstabilkan harga dengan menjalin kerjasama dan kemitraan dengan pengusaha berskala besar.
Seperti yang pernah disampaikan Kepala Dinas Kelautan dan Perikanan Kabupaten Nunukan, Suprianto bahwa telah melakukan kerjasama dengan dua perusahaan besar (eksportir) di Jakarta yang selama ini menjadi mitra nelayan rumput laut di daerahnya.
Selain itu, peran serta pengusaha lokal tetap berjalan yang sebagian besar dikirim ke Makassar Sulawesi Selatan dan Surabaya Jawa Timur.
Perhatian lain pemerintah daerah untuk pengembangan produksi rumput laut di Kabupaten Nunukan adalah dengan mengalokasikan anggaran melalui anggaran pendapatan dan belanja daerah (APBD) sambil melakukan negosiasi dengan lembaga keuangan seperti perbankan untuk bantuan modal, katanya.
Melalui langkah tersebut ternyata sangat berdampak positif terhadap peningkatan produksi dan secara tidak langsung pula dapat mengangkat pendapatan nelayan pembudidaya itu sendiri.
Kawasan budidaya rumput laut di wilayah itu terfokus pada lokasi tertentu yakni masyarakat nelayan Mamolo Kelurahan Tanjung Harapan, Kampung Nelayan Kelurahan Mansapa, Sedadap Kelurahan Nunukan Selatan, kawasan Pelabuhan Tunon Taka Kelurahan Nunukan Timur dan Jalan Tanjung Kelurahan Nunukan Barat.
Dari sejumlah informasi tentang hasil penelitian, produksi rumput laut di daerah itu kualitasnya sangat baik bahkan terbaik di Pulau Kalimantan.
Untuk lebih meningkatkan produksi, pemerintah Kabupaten Nunukan juga mengirim sejumlah nelayan rumput laut untuk "berguru" di Kabupaten Takalar Sulawesi Selatan mempelajari tata cara dan teknik budidaya yang benar karena didaerah itu telah memiliki fasilitas yang lengkap seperti laboratorium penelitian, kata Suaedi, salah satu staf di Dinas Kelautan dan Perikanan Kabupaten Nunukan.
Langkah ini, kata Suaedi tak lain untuk lebih meningkatkan produksi rumput laut di daerahnya agar investor semakin tertarik menanamkan modalnya.
Kemudian Bupati Nunukan, Drs Basri pernah menyatakan bahwa sekaitan dengan semakin besarnya jumlah produksi dan kualitas rumput laut di daerahnya, terdapat pengusaha asing bersedia membangun pabrik pengolahan di Kelurahan Mansapa tak jauh dari Kampung Nelayan.
Pabrik pengolahan yang akan dibangun tersebut, mampu menampung hingga puluhan ton setiap hari. Menurut dia, apabila investor itu telah membangun pabrik pengolahan secara pasti harga akan semakin meningkat lagi karena tidak membutuhkan lagi biaya angkut.
Mengenai ketertarikan investor itu, Basri mengatakan telah menyurvei beberapa lokasi budidaya rumput laut termasuk lokasi pembangunan pabrik nantinya.
"Mudah-mudahan rencana itu jadi, sehingga stabilitas harga rumput laut lebih menguntungkan pembudidaya. Tentunya tingkat perekonomian akan semakin membaik bagi masyarakat pesisir," ujarnya.
Sumber: antarakaltim.com - 23 Mei 2013